Powered By Blogger

Jumat, 03 September 2010

Semanis Coklat

Semanis Coklat

Bangunan seperti kubus itu bertumpuk tiga dan kubus paling atas terdapat segitiga. Di dalamnya terdapat kubus-kubus kecil. Warnanya sangat klasik. Ya, klasik, gagah, dan kelihatan tua. Warna coklat dan krem menambah kesan tuanya, meski tua tapi nyaman. Gedung coklat itu, rapuh sepertinya. Namun mampu menopang badannya.
Setiap pagi terdengar ”teng” dari gedung itu. Tak jarang banyak anak-anak bermain di halamannya. Sayup-sayup terdengar orang berteriak, bersenda gurau, kadang keseriusan yang terlihat. Meski tua gedung coklat itu, banyak yang merindukan. Terutama pemuda-pemudi berseragam putih abu-abu.
Aku termasuk salah satu pemudi-nya. Teman-teman akrabku sering memanggilku Fitria. Aku seorang siswa sekolah menengah atas duduk di kelas sebelas.
Pukul 09.30 tepatnya jam istirahat tiba. Ditumpukkan kubus paling atas, dibalkon belakang sering aku dan dirinya bercakap-cakap. Meski tak saling pandang dengan jarak dua setengah meter, aku dan dirinya membicarakan tentang kehidupan. Keluarga dan kahayalan-khayalan kami. Suara cekikikan sering kami timbulkan.
Pasti kau bingung dengan kata ”dirinya” yang terselip. Aku hampir lupa menjelaskannya. Dia seorang pemuda yang aku anggap kakakku seorang kakak kelasku yang duduk di kelas duabelas. Berpawakan sedang, berhidung mancung, bermata sipit, rambutnya cepak, dan bibirnya merah. Aku panggil dia, kak Bayu. Tak jarang, kami bertukar pikiran tentang banyak hal. Kak Bayu sering mengajarkanku tentang kedewasaan, atau mungkin pelajaran exact yang tak banyak aku kuasai. Kak Bayu seorang yang pintar, dewasa dan sedikit galak. Tapi aku tetap menyukainya meski ia galak.
Menurutku, ia juga pelawak yang sering menghiburku ketika aku lagi BT . Ia sering menghiburku dengan kata-katanya yang membuatku kembali ceria. Aku yang masih bocah, sering ia ceramahi bagaimana bersikap dewasa. Awalnya aku tak senang dengan ceramah-ceramahnya karena aku ngrasa kalau aku sudah dewasa. Lama aku berpikir tentang kata-katanya, tentang caranya menghadapi masalah. Aku pikir dia lebih dewasa ketimbang aku.
Teng-teng.....“Ah..,suara apa itu?” Berbarengan kami mengucapkannya. Suara “teng” dua kali adalah suara yang paling tidak ingin kami dengar. Karena artinya dengan terpaksa harus kami sudahi percakapan ini.
Begitu seterusnya, setiap istirahat kami selalu berbincang. Tak jarang, kami berbagi makanan, namun aku yang paling sering membawa bekal dari rumah. Aku suka kopi susu dan kebetulan kak Bayu juga. Ada kejadian lucu tentang kopi susu.
Saat aku dan kak Bayu berbincang ada sedikit perkataanku yang menyakitkan, kak Bayu marah dan meninggalkan aku. Aku berusaha untuk meminta maaf namun ia tak begitu saja memaafkanku, aku lupa kalau dia sedikit keras kepala. Susah, aku meminta maaf kepadanya. Hari itu, aku membawa bekal kopi susu, sebenarnya kopi susu itu akan kuminum bersamanya. Karena ia marah dan meninggalkanku sendiri, aku berniat meminumnya sendiri.
Belum sempat aku meminumnya, aku melihat kak Bayu di balkon lantai dua melihatiku dengan rasa kecewa. Karena aku tahu, dia menginginkan kopi susu yang kubawa.
Hihihi....
Akhirnya aku menghapirinya dengan wajah polos, aku meminta maaf dan menyodorkan kopi susu milikku.
”Oke! Aku maafin kamu. Jangan diulang lagi, aku nggak suka kamu ngomong seperti itu. Inget, ini gara-gara kamu bawa kopi susu.”
Ahahahha.... Aku tertawa terbahak-bahak. Karena kopi susu, aku diberinya maaf.
Banyak kenangan indah dan pastinya seru, yang tak pernah aku lupakan. Terutama kenangan ini. Saat itu, kak Bayu sedang sakit, ia dirawat di UKS. Karena aku temannya aku harus menjaganya dan menemaninya. Badannya lemas, berbaring di kasur dengan wajah pucat. Aku tahu, dia butuh supplements yang banyak untuk memulihkan tenaganya. Aku merasa kasihan dengannya. Sudah ibu guru siapkan roti dan teh hangat untuknya. Namun aku berpikir, mana obatnya?
Akhirnya aku berinisiatif untuk mengambilkannya di rumahku yang tak jauh, dari sekolah. Aku kembali ke sekolah.
”Kakak bisa minum supplements-nya sendiri kan?”
Tak ada jawaban, aku berfikir sejenak. Lalu aku angkat punggungnya sehingga posisinya duduk.
”Kak, ini obatnya diminum.” Sedok yang ada ditangaku, aku masukkan ke dalam mulutnya. Dua kali aku melakukannya.
Saat aku melakukannya, mengapa hati ini jadi tidak seperti biasanya? Mengapa aku merasakan hal yang berbeda? Ada apa ini?
Tiba dirumah, aku teringat kejadian tadi dan masih saja merasakan hal yang aneh. Sebelumnya aku pernah merasakan ini, tapi apakah mungkin aku jatuh hati dengan seorang yang sudah kuanggap kakakku itu? Aku berusaha untuk mengabaikan rasa itu.
Keesokan harinya di sekolah. Ditengah jalan aku bertemu dengannya.
”Pagi Fitri....” sapanya.
”Hai kak, gimana? Uda sembuh? Kemarin sakit apa?”
”Hmm..., makasi ya buat yang kemarin sudah ngejagain aku terus ngasi aku obat.” katanya dengan senyum khasnya dan gigi gingsulnya.
”Ya..sama-sama. Toh uda jadi kewajibanku ngejaga temenku.”jawabku dengan tersipu malu.
Teng-teng-teng.....
Suara pelajaran dimulai. Pagi itu, aku tak seperti biasa yang selalu memperhatikan pelajaran dengan saksama. Dibenakku hanya teringat kak Bayu. Aku tak nyaman dengan rasa ini.
”Huft....”aku mendesis dan merebahkan badanku ditembok dan bepikir tanpa memperhatikan guru matematika kesayanganku.
”Fitri.. kamu kok ngelamun? Ada apa?”
Terdengar suara yang kelihatannya suara seorang yang sudah sepuh memanggilku dan membuyarkan lamunanku.
”Ya Pak!” jawabku kaget
”Kenapa melamun?”
”Lagi nggak enak badan Pak, maaf.”
Setelah pelajaran matematika selesai, dilanjutkan pelajaran bahasa Indonesia dan seperti tadi, aku tidak antusias dengan pelajaran.
Aku melihat jam kecilku berwarna hijau yang bertuliskan Swiss Army menujukkan pukul 09.30 dan artinya waktunya beristirahat. Ini saat yang aku tunggu dari tadi, berbincang dengan kak Bayu.
Kebetulan saat itu aku ingin bahas pelajaran matematika. Tentang pembahasan logaritma yang menurutku sedikit rumit karena rumusnya seabrek-abrek.
Hihihi...
”Hai Fit!” sapanya.
”Hai kak!” balasku dengan senyum bocah polos.
Kami berbincang ditempat biasa, di balkon sekolah lantai tiga dibagian belakang. Aku yang memulai pembicaraan.
”Kak, bisa ajarin aku logaritma nggak?”
”Logaritma? Tu mah...gampang! Kecil!” menunjukkan jari kelingkingnya.
Dia mengajariku dengan sabar hingga aku mengerti, tapi aku sedikit-sedikit memperhatikan wajahnya yang menurutku sedikit menarik untuk dilihat. Semakin dalam aku melihatnya, semakin menarik dirinya. Matanya yang sipit tapi tajam, hidungnya yang mancung dan gigi gingsulnya membuatnya terlihat lebih manis.
Dan aku tersadar. Ah! Lebih baik jangan berpikir yang tidak-tidak, atau mengaharap kak Bayu suka padaku. Aku mencoba untuk meyakinkan diriku. Aku berpikir lebih baik aku melupakan hatiku dan tetap berteman dengannya dan tidak mengharapkannya. Meski kak Bayu nggak punya pacar dan aku punya peluang untuk itu. Tapi aku tetap akan melupakannya.
Saat itu, kak Bayu akan menghadapi ujian nasional. Aku sebagai teman terdekatnya harus selalu memberinya semangat meski aku tak percaya dengan semangatku sendiri. Dengan berbagai cara, aku selalu meyakinkannya pasti berhasil dengan usaha dan do’a.
Hari itu, hari Rabu. Kebetulan guru dikelasku tak datang, dan sama di kelasnya. Aku dan dia, berdua di tempat biasa kami berbincang. Hari itu ia bercerita tentang penyesalannya kepada dirinya, tentang bagaimana perasaannya selama ini atas semua hal tidak baik yang pernah ia lakukan.
Takku sangka ia seorang yang kuanggap orang paling galak dan paling cuek sedunia itu menangis di depanku. Aku sangat kaget dengan adegan itu, seperti di sinetron saja. Awalnya aku bingung harus mengatakan apa. Namun tiba-tiba mulutku tergerak dan berkata,”Penyesalan itu memang datang dibelakang. Tapi menyesal terlarut-larut itu tak baik. Sekarang kakak bisa mengambil pelajaran yang bisa diambil dan menjadikannya cerminan untuk melangkah ke depan.” Hanya itu yang dapat aku katakan.
Karena penasaran, aku memaksakan bertanya kepadanya.
”Kenapa aku yang kau pilih untuk tempat cerita?” tanyaku.
”Karena aku merasa kau adalah orang yang terdekat denganku.” jawabnya terisak-isak
Sebenarnya masih banyak pertanyaan yang menggelayut di kepalaku, namun aku tak ingin mengeluarkannya karena aku lihat, ia terlalu sedih jadi aku kurungkan niat untuk banyak bertanya kepadanya.
Sejak saat itu aku merasa, bahwa aku sangat berarti baginya. Aku mulai menerka-nerka apa yang sebenarnya yang ada dihati kak Bayu untukku. Namun aku teringat kembali dengan niatku untuk tak berharap lebih kepadanya. Meski begitu, aku tetap senang dapat berada di sisinya saat suka maupun duka dan ia pun begitu sebaliknya. Sejak saat itu aku merasa, bahwa aku sangat berarti baginya. Aku mulai menerka-nerka apa yang sebenarnya yang ada dihati kak Bayu untukku. Namun aku teringat kembali dengan niatku untuk tak berharap lebih kepadanya. Meski begitu, aku tetap senang dapat berada di sisinya saat suka maupun duka dan ia pun begitu sebaliknya.
Waktu berjalan dengan cepatnya, tak terasa ujian nasional telah tiba. Aku sebagai orang terdekatnya, selalu mendoakanya semoga lulus ujian dengan hasil yang memuaskan. Setelah tiga hari terlalui ujian telah usai dan sekolah beraktivitas seperti biasanya.
Akhirnya, setelah kak Bayu menerima pengumunan kelulusan dan di sekolah bergedung coklat itu, aku mengungkap semua yang kurasakan selama ini. Dan tak diduga ia juga merasakan hal sama seperti yang aku rasakan. Akhirnya kami menjalin suatu hubungan yang menurutku agak tabu bagi sepasang sahabat. Dan ini semua bagai ”semanis coklat” .
Hihihi...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar